Mulai hari minggu ini, sampai menjelan Pileg tanggal 9 April nanti kita
memasuki masa tenang kampanye. Hingar bingar konvoi parpol dan riuh
rendah panggung kampanye Caleg kini sudah tidak ada lagi. Kehidupan
kembali seperti semula. Tenang. Walau di sana-sini masih banyak atribut
kampanye (baliho, spanduk, dan bendera parpol dan Caleg), namun intinya
adalah masa kampanye telah usai. Masa Caleg dari parpol mengobral dan
memaniskan kampanye mereka dengan janji-janji untuk lima tahun ke depan.
Hari pencoblosan yang semakin dekat, tentunya menjadi masa ‘tenang kampanye’ ini menyiratkan beragam tanda.Petandaan (signification) ini bermain-main dalam tiap fikir kita. Tanda-tanda ini begitu samar (subtle)
bermain dalam fikiran. Sehingga yang sejatinya istilah ‘masa tenang
kampanye’ menjadi rancu. Berikut saya coba uraikan petandaan yang
terjadi pada istilah ‘masa tenang kampanye’ ini.
Oposisi Biner Istilah ‘Tenang’
Pernahkah Anda merasa sedih? Tentunya pernah. Saat kita merasa sedih
kita ingin kembali merasa bahagia. Sehingga, bahagia dapat dirasakan
saat kita pernah merasa sedih. Jadi terdapat binaritas (dua kutub) dalam
istilah sedih. Sehingga, binaritas sedih ini beroposisi atau berlawanan
dengan bahagia. Sehingga, mustahil kita merasakan bahagia jika kita
tidak pernah sedih. Simbolisme ini disebut sebagai oposisi biner.
Begitupun dengan kata ‘tenang’ dalam istilah ‘masa tenang kampanye’. Ada
sebelum ‘ketenangan’ sebuah ketegangan, bahkan ketakutan. Oposisi biner
yang terjadi adalah, masa tenang ini terjadi karena terjadi masa yang
tegang atau menakutkan. Namun apa kaitannya dengan kampanye?
Masa kampanye secara faktual memang masa yang tegang bagi kita orang
non-parpol. Salah paham yang terjadi karena sensitifitas warna kaus
parpol saja bisa menimbulkan tawuran. Seperti yang kemarin terjadi di
Yogyakarta pada masa kampanye PDI-P. Muncul isu tewasnya simpatisan
PDI-P yang kemudian menyulut tawuran.
Chang Wendryanto, Anggota Komisi A DPRD Kota Yogyakarta, mengatakan,
peristiwa tawuran dipicu adanya kabar perusakan alat peraga kampanye
milik Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di daerah Ngabean, Kecamatan
Ngampilan Koto, Yogyakarta, oleh oknum berkaos merah yang diduga dari
simpatisan PDIP.
“Ada isu perusakan, lalu ketika ada massa PDIP yang pulang dari kampanye
lewat di Selatan perempatan Ngabean langsung diserang oleh beberapa
orang berjaket hitam,” kata Chang saat ditemui di lokasi, Sabtu.
(berita: tribunnews.com)
Belum lagi konvoi kendaraan motor yang sangat bising dan urakan. Bagi
pengendara dan warga kota, konvoi urakan dan kadang anarkis ini menjadi
hal yang harus dihindari. Bahkan ditakuti. Suara bising knalpot yang
dicopot woofer-nya ditambah pengendara yang kadang mabuk.
Membuat konvoi kampanye parpol lebih baik tidak didekati. Bisa-bisa
malah membawa masalah.
Sehingga, masa ‘tenang kampanye’ memang masa untuk melepas ketegangan
dan ketakutan publik. Semua konvoi uraka di jalan dan panggung dangdut
yang bisa ricuh kini tidak ada lagi. Kehidupan buat kita semuua kembali
ke sedia kala. Seumpama hari-hari biasa tanpa terkesan masa kampanye.
Intertekstualitas ‘Masa Tenang Kampanye’
Kalau oposisi biner diatas membahas sudut pandang kita sebagai orang
non-parpol. Ada tanda lain yang terjadi dalam konteks ‘masa tenang
kampanye’. Karena petandaan masa tenang pun terjadi dalam pelaku
kampanye itu sendiri. Dalam hal ini para Caleg dan parpol. Mereka
sejatinya memiliki pemaknaan tersendiri atas masa tenang kampanye’.
Intertekstualitas-lah yang terlibat dalam istilah ‘masa tenang kampanye’ untuk para Caleg. Dimana petandaan (signification)
yang terjadi menjadi bias. Saat kita, orang non-parpol, yang memaknai
‘mas tenang’ ini dengan oposisi biner. Tanda-tanda yang mungkin terjadi
dalam fikir Caleg mungkin berbeda. Sehingga kekacauan tanda (chaos) pun terjadi, atau intertekstualitas yang muncul.
Caleg berfikir tegang, bahkan ketakutan dalam ‘masa tenang’ ini. Jadi
seperti kebalikan dari oposisi biner diatas. Caleg yang menanti hari
pencoblosan nanti, memahami ‘masa tenang’ sebagai ‘masa tegang’. Masa
dimana kelelahan berkampanye dan kekhawatiran tidak mendapat suara
berakumulasi. Stress dan ketegangan (anxiety) memenuhi kepala Caleg.
Mereka khawatir dan memunculkan syak wasangka liar pada hari pencoblosan
nanti.
Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB), MS Kaban, sangat percaya diri
dengan peluang partainya dalam menembus ambang batas suara untuk
pemilihan legislatif. Dia mengaku tanpa adanya kecurangan, PBB dapat
meraih ambang batas dalam pemilihan legislatif.
“Jujur kalau memang dilakukan secara transparan maka kita akan mendapatkan suara secara mutlak,
kami ini punya 4-5 juta suara di Pulau Jawa, butuh 8 juta untuk lolos
electoral threshold dan ini menjadi bagian kami untuk mengawal proses
pemilu, jaga TPS, ikutin saksi-saksi itu,” ujar Kaban di Jakarta, Sabtu
(5/3/2014). (berita: tribunnews.com)
Ucapan MS Kaban yang saya bold, memperlihatkan betapa tegang dan
takutnya pemikiran petinggi parpol. Petingginya saja bersyak wasangka
liar seperti ini. Apalagi para Caleg DPR/DPD/DPRD yang turut dalam Pileg
tahun ini. Tidak heran kiranya banyak
juga Caleg yang gagal lolos Pileg menjadi stress, bahkan gila. Sehingga
pemberitaan tentang Rumah Sakit Jiwa (RSJ) pun menjadi hal yang menarik.
Petandaan dalam fikir Caleg atau orang parpol dalam masa tenang ini
berbeda dari kita, orang non-parpol. Mereka takut dan tegang melihat dan
membayangkan hari pencoblosan nanti. Tanda yang bermain dalam makna
‘masa tenang kampanye’ adalah ‘masa tegang bahkan ketakutan.’ Karena
kelelahan berkampanye. Pun juga habis-habisan dana yang dikuras untuk
tetek bengek kampanye.
Simpulannya, istilah ‘masa tenang kampanye’ yang terjadi memiliki
beragam petandaan. Sebuah proses yang sangat samar, namun terlihat
jelasa secara faktual. Dalam hal ini, fakta (output) yang terjadi akibat
proses petandaan istilah ‘masa tenang kampanye’ dirasakan bersama.
Sehingga, perlu kita telusur bersama tanda-tanda yang bermain dalam
istiliha tersebut. Ternyata melingkupi hal-hal yang penuh intrik dan
terkait perspektif.
sumber : http://sosbud.kompasiana.com/2014/04/06/menelusur-makna-masa-tenang-kampanye-644991.html
sumber : http://sosbud.kompasiana.com/2014/04/06/menelusur-makna-masa-tenang-kampanye-644991.html
0 komentar:
Posting Komentar